
Agama, secara etimologi kata berasal dari a-gam-a. a (negasi=tidak), gam (pergi) a (sifat=kekal). Maka kata Agama berarti tidak pergi (kekal). Dengan kata lain perjalanan menuju yang abadi, sedangkan secara definisi agama adalah keseluruhan ajaran, kepercayaan, ungkapan, dan penghayatan terhadap yang ilahi. Dalam kalimat yang sederhana Agama adalah sarana untuk menuju Tuhan.
Agama lahir dari kegelisahan dan pertanyaan manusia akan esensi dan eksistensi dirinya. Pertanyaan yang diajukan dan tidak akan pernah terjawab selamanya adalah siapakah saya? Setiap manusia pasti akan menyadari bahwa keberadaan dirinya adalah karena ada sesuatu yang mendahuluinya. yang Tremendum sekaligus Fascinatum , sesuatu yang tidak sama dengannya dan lebih berkuasa serta lebih kuat darinya. Sesuatu yang menciptakan dirinya. Maka lahirlah kata Tuhan, yahwe, Allah, God, Dewa, berbagai macam nama dan sosok yang mewakili sesuatu yang maha itu dan kita mengenalnya dari mitos ataupun kitab yang berasal dari Kepercayaan atau Agama
Apa yang dicari manusia dengan segala usahanya yang didalamnya termasuk iptek, pemikiran, karya, dan tentu saja kebudayaan yang melahirkan agama adalah keselamatan. Setiap agama bertujuan untuk mengantarkan umatnya menuju keselamatan. Dengan beragama manusia memiliki pedoman, dan pembimbing menuju keselamatan, serta menimbulkan rasa aman. Akan tetapi lewat Agama pula manusia menjadi terkukung dan membatasi dirinya sendiri dalam mencari kebenaran.
Seperti filsafat gua Plato, manusia beragama apabila tidak mendalami esensi Agama dengan A besar tidak ada bedanya dengan orang yang mendekam dalam gua dan terkagum-kagum melihat bayangan-bayangan semu yang terpantul di dinding gua tanpa sadar bahwa di luar sana ada kebenaran sejati.
Sigmund Freud pernah berkata bahwa Agama adalah cerminan jiwa manusia yang frustasi akan dirinya. Agama adalah pelarian, karena kita tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diluar akal dan kemampuan kita. Kita tidak mampu untuk meraih kebenaran sejati itu. Akan tetapi saya pribadi memiliki pemikiran yang berbeda.
Manusia memang ditakdirkan tidak akan pernah memperoleh kebenaran sejati, karena satu-satunya kebenaran sejati adalah tidak adanya kebenaran sejati itu sendiri. Kebenaran itu sifatnya parsial dan relatif. Sedangkan, jawaban akan pertanyaan kita itu justru didapat di sela-sela setiap pertanyaan-pertanyaan kita yang tidak akan ada habisnya itu.
Manusia seharusnya tidak menyembah tuhannya karena takut masuk neraka, dan ingin masuk surga atau karena begitulah yang dilakukan nenek moyangnya dan itulah yang dituliskan dalam kitab agama. Manusia tidak memerlukan agama dengan a kecil, karena sebenarnya pada diri setiap manusia sudah pasti ada kesadaran untuk mencari dan menuju kepada Tuhannya. Tinggal bagaimana ia menyikapi kegelisahannya akan pencarian tersebut, karena kegelisahan tanpa keinginan untuk mencari kebenaran hanya menimbulkan rasa aman yang semu belaka.. Sedangkan kegelisahan tanpa pedoman yang benar hanya akan mengantarkan kepada keangkuhan yang membuat manusia tutup mata akan kodratnya dan berakhir dalam kehancuran
-ravewriten, Februari 2005-
(likes? copy paste here, not above it..thanks)
No comments:
Post a Comment