
‘Anak Bajang Menggiring Angin’
Karya: Sindhunata
Buku setebal 362 halaman ini merupakan hasil perbaikan dan tambahan dari Serial Mingguan Ramayana yang terbit selama tahun 1981, ditulis oleh Sindhunata seorang wartawan Kompas dan penulis dengan latar belakang pendidikan Filsafat. Hasilnya adalah sebuah karya sastra yang menceritakan kisah Ramayana lewat sudut pandang yang berbeda dan sarat akan nilai-nilai religius, pencarian Tuhan, dan eksistensi diri.
~Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu~
Konflik utama dan yang menjadi akar permasalahan dari keseluruhan cerita berasal dari judul di Atas. Berdasarkan cerita, Sastra Jendra adalah sebuah rahasia kehidupan yang di syaratkan oleh Dewi Sukesi seorang putri yang cantik luar biasa, bagi sesiapapun yang ingin meminangnya. Terdapatlah seorang resi bernama Begawan Wisrawa yang mengupas rahasia maha pelik tersebut kepada sang putri, demi menyampaikan pinangan putranya Prabu Danareja yang akhirnya mengantarkan sang resi dan Putri Sukesi menuju jurang dosa, kenistaan, dan penderitaan. Sekaligus, melahirkan sumber angkara murka yang tiada duanya di dunia… Lahirnya Rahwana.
Sastra Jendra adalah sebuah jawaban bagi misteri tentang hidup, ruang, dan waktu. Seperti sungai yang airnya terus mengalir, waktu adalah air yang sama ketika ia mengalir, ketika ia berjatuhan bagai gerimis, bahkan ketika ia mengamuk menjadi air bah. Begitulah hakekat waktu menurut Sastra Jendra , budi (amal kebaikan) diri sendiri adalah segala-galanya. Pada saat itu manusia akan mendapat Khatarsis tentang segala sesuatu di dunia ini. Pada saat itu pula Tuhan akan mati, karena Tuhan ada karena terdapat kerinduan dalam relung hati manusia akan keilahian. Maka saat manusia mencapai tahap pemahaman Sastra Jendra (ilahi), maka tak akan terbersit lagi nilai-nilai akan ke-Tuhan-an dalam diri manusia.
~ Kelahiran Rahwana~
Saat makna Sastra Jendra di kupas, maka alam yang belum siap akan terkuaknya rahasia ini pun gempar. Begawan Wisrawa dan Putri Suseki yang terlena akan pesonanya pun, menjadi sombong. Keduanya menjadi takabur, dan lupa bahwa tak mungkin bagi manusia untuk mencari kebenaran Hakiki, satu-satunya kebenaran sejati di dunia adalah tidak adanya kebenaran itu sendiri. Mereka berdua mengira dengan akal budinya mereka dapat mencapai kemuliaan abadi itu, padahal tanpa pertolongan Tuhan akal budi mereka itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Terkadang manusia tidak sadar bahwa pengetahuan manusia hanyalah setitik air di lautan ke-tidak-tahu-annya. Tanpa bantuan Tuhan mereka pasti tenggelam dan mati di dalamnya. Begitulah bagaimana keduanya gagal menguak hakekat dan inti Sastra Jendra, lalu dunia menjadi kembali tenang, tapi ketenangan itu adalah ketenangan yang semula, Mahluk-mahluk dunia tetap berada dalam dosanya Jagad raya tidak jadi dibawa menuju perubahan. Atas balasan dari kesombongan kedua-nya lahirlah Rahwana yang kelak akan mengobrak-abrik, dan menyelimuti dunia dengan kejahatan.
~Rama dan Sinta~
Saat Rahwana lahir kedunia, maka tidak lama berselang lahir pula Rama yang merupakan titisan Batara Wisnu, yang akan membawa kabar gembira bagi seluruh jagat raya. Dan Rama pula yang kelak akan menghancurkan Rahwana. Takdir pun bergulir dengan cepat, Rahwana datang menculik Shinta kekasih Rama, yang kecantikan dan kemurnian hatinya melebihi apapun yang ada di bumi dan langit. Di sinilah keduanya di uji, untuk tetap saling percaya dan berjuang sekuat tenaga agar dapat dipertemukan kembali oleh suratan takdir. Bagi Shinta, pengorbanan dan kegigihannya luar biasa dalam menolak nafsu yang di sodorkan Rahwana, dan tetap menjaga kepercayaan dan kesuciannya demi sang kekasih yang sedang dalam perjalanan menuju Alengka berasama para balatentara kera sampai ujung ajalnya.
~Panca Sona~
Rahwana, memiliki sebuah ajian Panca Sona , yang ia peroleh secara paksa dari Subali seorang kera yang sakti mandraguna. Ajian ini membuat ia tidak akan pernah mati, setiap kali tubuhnya yang terluka menyentuh bumi. Ia akan pulih seperti sedia kala. Subali , saudara kandung dari Sugriwa, dan Ratna Anjeni yaitu ibu kandung dari Anoman Sang kera putih mendapatkan ajian ini ketika ia betapa Ngalong (bertapa seperti kelelawar), saat ia dalam keadaan terbalik mengahadap bumi itulah ia sadar, mahluk-mahluk hidup tidak akan bertahan tanpa disangga Bumi yang diciptakan Tuhan. Seluruh alam dan isinya tidak akan ada tanpa ada yang menciptakan. Sedangkan mahluk-mahluk itu berjalan diatasnya seolah-olah tak merasa bahwa jalan dan lakunya akan roboh jika tiada bumi yang menyangganya. Mana mungkin ada kehidupan tanpa ada yang menyangganya? Dan mana mungkin mereka hidup tanpa dilahirkan?
Sebagaimana jabang bayi dalam kandungan, saat ia terlempar ke dunia ia, ia menjerit dan meronta-ronta. Karena ia ingin tetap dalam kehangatan jaman purbanya, dan disanalah si jabang bayi akan merasakan kelahiran itu adalah kerinduan akan kematian, karena hanya dengan kematian ia dapat dikembalikan menjadi sebuah kehangatan dalam perut pertiwi. Bumilah yang melahirkannya, dan kepada bumi pula ia harus kembali. Dengan tapa ngalong-nya Subali merasa ia telah mengalami kematian sebelum kelahiran. Dan disana pula ia menyelami rahasia kematian yang mendahului kelahiran, yakni keilahian. Dalam keilahian itu kematian dan kelahiran sudah tidak mempunyai arti lagi, kelahiran dan kematian telah melebur menjadi keabadian. Subali telah memeluk keilahian itu, pada saat itulah turun ajian Panca Sona.
~Cupu Manik Astagina~
Cupu Manik Astagina, begitulah nama benda ajaib itu. Putri Anjani, mendapatkannya dari sang ibunda Windradi. Merupakan hadiah dari Batara Surya saat mereka memadu kasih, cintanya pada Batara Surya bukanlah cinta bidadari yang hendak bermain-main dengan keagungan dewa. Tapi Cintanya mengandung rahasia bahwa Batara Surya akan mengasihi dunia justru lewat penderitaannya. Ia teringat akan kata-kata Batara Surya bahwa Cupu Manik Astagina akan membawa malapetaka bagi dirinya dan keturunannya demi perubahan dunia. Dan memang terjadi demikian, Windradi dikutuk menjadi tugu batu, atas balasan pengkhianatan cintanya kepada suaminya Resi Gotama. Dan Anak-anak mereka Ratna Anjani, Guwarsa, dan Guwarsi menjadi kera atas balasan hawa nafsu mereka ingin memiliki benda ajaib itu. Kelak Guwarsa dan Guwarsi menjadi Sugriwa dan Subali dua kera sakti mandaraguna yang memerintah kerajaan kera, sedangkan Ratna Anjani pulang ke kahyangan setelah melahirkan Anoman Sang kera putih perkasa. Cupu Manik Astagina sendiri mengandung pemahaman keadaan ideal Jagad Raya, di dalamnya belum ada Manusia, binatang atau tanaman dengan badan wadag-nya. Yang ada hanya jiwa-jiwa ilahi yang hidup dalam keseimbangan serupa keindahan aneka warna. Itulah sebabnya didalamnya tidak terdengar jerit manusia, atau kicauan burung, atau gaung lolongan serigala yang merindukan sesuatu yang belum dimilikinya. Sebagaimana manusia yang terus mencari eksistensi dirinya, alasannya hidup, dan pencarian yang tidak pernah putus asa akan leilahian, pencarian terhadap Tuhan.
~Kekalahan Rahwana~
Rahwana, raja raksasa yang sakti mandraguna itu tentu saja tidak terkalahkan apalagi setelah ia menguasai Ajian Pancasona. Bahkan para Batara pernah berjanji, tidak akan ada satu manusia pun yang akan mampu mengalahkannya. Dan begitulah adanya, Rahwana tidak terkalahkan dan kejahatannya membuat Bumi Alengka tanah Warisan Prabu Sumali, ayahanda dari Dewi Sukesi menjadi lautan darah dan aura kejahatan meliputi dunia. Tapi Anoman kera putih, berhasil menumbangkannya. Dan tuntaslah sudah tugas yang diemban oleh leluhurnya tiga bersaudara Anjani, Subali, dan Sugriwa yang dikutuk dalam wujud kera. Sebagaimana telah digariskan kerendahan hati seekor kera-lah, yang akan menumbangkan kesombongan raja raksasa dari Alengka, Rahwana. Tapi dengan kesaktiannya Rahwana memang tidak pernah mati, ia tetap hidup walaupun telah terimpit tiga gunung yang di lemparkan oleh Anoman. Rahwana tidak henti-hentinya menjerit, ia tidak akan mati dalam hidupnya yang tersiksa. Pada saat demikian betapa kematian yang dulu ditakuti sungguh dirindukan olehnya. Di langit tampak Wisrawa bertetesan air mata, inilah akhir dari kesombongan manusia yang ingin menguak rahasia Sastra Jendra. Rahwana yang merupakan hasil dari dosa yang teramat sangat itu, memang telah terimpit tiga gunung. Tapi, ia belum mati. Maka tidak mustahil bila kehidupannya memasuki dunia sampai dewasa ini. Dalam kehidupannya itu masih terkandung kejahatan yang tak mungkin dibebaskan oleh kematian. Maka kekuasaan jahat itu juga masih berada di dunia ini, hingga kini ia akan terus memangsa jiwa-jiwa hampa yang terlena oleh keduniawian tanpa mengingat hakekat akan keberadaan yang ilahi.
~Ramayana~
Cerita Ramayana melambangkan cinta yang begitu besar akan sesama walaupun harus menempuh berbagai rintangan dan cobaan. Tapi rasa cinta yang begitu besar itu tidak melahirkan kepercayaan yang besar pula, Rama yang berjuang keras memperoleh kembali kekasihnya Shinta dari cengkraman Rahwana ,telah mengikuti hawa nafsunya oleh karena cemburu dan marah. Ia tega membakar Dewi Shinta atas dasar rasa tidak percaya kepada kesuciannya selama di culik Rahwana. Perjuangan dan pengorbanan keduanya menjadi sia-sia saat timbul rasa tidak percaya. Percaya, adalah meyakini sesuatu dalam hati, pikiran, dan perbuatan. Rasa percayalah yang membuat kita terus hidup, dengan tetap memikirkan kematian. Rasa percaya terhadap segala sesuatu yang lebih Maha daripada kita, agar perjuangan dan pengorbanan kita selama hidup menghasilkan sesuatu yang mulia. Sebagaimana yang tidak dimiliki Rama sehingga Shinta dilalap Api.
Sebagaimana dikatakan oleh Batara Surya kepada Anoman, hanya kepercayaanlah yang akan menyingkap Cupu Manik Astagina yang mengandung rahasia alam semesta. Dan kepercayaan pula yang menuntun manusia kelak untuk menyelam masuk ke dalam kehidupan rahasia ilahi itu. Dan kepercayaan itu membawa perintah, agar selama hidup di dunia, manusia senantiasa berusaha untuk mengusahakan dunia menjadi seperti jagad ilahi yang berada dalam keindahan Cupu Manik Astagina itu.
-Sastra Jendra bukanlah wedaran budi manusia, melainkan sebuah seruan hati yang merasa tak berdaya, memanggil keilahian untuk membimbingnya…-
Suara ilahi kepada Wisrawa dan Sukesi
-ravewritten, February 2005-
(find it worth to share, copy paste here,
not above it..thank you..)
No comments:
Post a Comment